MENYAMBUT AWAL
TAHUN BARU HIJRIAH
Menurut
kalian Bulan Muharam itu bulan yang seperti apa ?
Bulan
haram kah ?, Bulan suci kah ?, Atau bulan-bulan yang lainnya ?
Hehe,
untuk lebih lanjutnya baca ini dulu Yukkk :D :D :D
Bulan Muharram Termasuk Bulan
Haram
Dalam agama ini, bulan Muharram
(dikenal oleh orang Jawa dengan bulan Suro), merupakan salah satu di antara
empat bulan yang dinamakan bulan haram. Lihatlah firman Allah Ta’ala berikut.
”Sesungguhnya bilangan bulan pada sisi Allah adalah dua belas bulan,
dalam ketetapan Allah di waktu Dia menciptakan langit dan bumi, di antaranya
empat bulan haram (suci). Itulah (ketetapan) agama yang lurus, maka janganlah
kamu menganiaya diri kamu dalam bulan yang empat itu.”
(QS. At Taubah: 36)
Ibnu Rajab mengatakan, ”Allah
Ta’ala menjelaskan bahwa sejak penciptaan langit dan bumi, penciptaan malam dan
siang, keduanya akan berputar di orbitnya. Allah pun menciptakan matahari,
bulan dan bintang lalu menjadikan matahari dan bulan berputar pada orbitnya.
Dari situ muncullah cahaya matahari dan juga rembulan. Sejak itu, Allah
menjadikan satu tahun menjadi dua belas bulan sesuai dengan munculnya hilal.
Satu tahun dalam syariat Islam dihitung berdasarkan perputaran dan munculnya
bulan, bukan dihitung berdasarkan perputaran matahari sebagaimana yang
dilakukan oleh Ahli Kitab.”
Lalu apa saja empat bulan suci
tersebut? Dari Abu Bakroh, Nabi shallallahu ’alaihi wa sallambersabda, ”Setahun
berputar sebagaimana keadaannya sejak Allah menciptakan langit dan bumi. Satu
tahun itu ada dua belas bulan. Di antaranya ada empat bulan haram (suci).
Tiga bulannya berturut-turut yaitu Dzulqo’dah, Dzulhijjah dan Muharram. (Satu
bulan lagi adalah) Rajab Mudhor yang terletak antara Jumadil (akhir) dan
Sya’ban.”
Jadi empat bulan suci yang
dimaksud adalah (1) Dzulqo’dah; (2) Dzulhijjah; (3) Muharram; dan (4) Rajab.
Oleh karena itu bulan Muharram termasuk bulan haram.
Di Balik Bulan Haram
Lalu kenapa bulan-bulan tersebut
disebut bulan haram ? Al Qodhi Abu Ya’la rahimahullah mengatakan,
”Dinamakan bulan haram karena dua makna. Pertama, pada
bulan tersebut diharamkan berbagai pembunuhan. Orang-orang Jahiliyyah pun
meyakini demikian. Kedua, pada bulan tersebut larangan untuk melakukan
perbuatan haram lebih ditekankan dari pada bulan yang lainnya karena mulianya
bulan tersebut. Demikian pula pada saat itu sangatlah baik untuk melakukan
amalan ketaatan. Karena pada saat itu adalah waktu sangat baik untuk melakukan
amalan ketaatan, sampai-sampai para salaf sangat suka untuk melakukan puasa
pada bulan haram. Sufyan Ats Tsauri mengatakan, ”Pada bulan-bulan haram, aku sangat senang berpuasa di dalamnya.”
Ibnu ’Abbas mengatakan, ”Allah
mengkhususkan empat bulan tersebut sebagai bulan haram, dianggap sebagai bulan
suci, melakukan maksiat pada bulan tersebut dosanya akan lebih besar, dan
amalan sholeh yang dilakukan akan menuai pahala yang lebih banyak.”
Bulan Muharram adalah Syahrullah (Bulan
Allah)
Suri tauladan dan panutan kita,
Rasulullah shallallahu ’alaihi wa sallam bersabda, ”Puasa
yang paling utama setelah (puasa) Ramadhan adalah puasa pada syahrullah (bulan
Allah) yaitu Muharram. Sementara shalat yang paling utama setelah shalat wajib
adalah shalat malam.” Bulan Muharram betul-betul istimewa karena disebut
syahrullah yaitu bulan Allah, dengan disandarkan pada lafazh jalalah Allah.
Karena disandarkannya bulan ini pada lafazh jalalahAllah, inilah
yang menunjukkan keagungan dan keistimewaannya.
Perkataan yang sangat bagus dari
As Zamakhsyari, kami nukil dari Faidhul Qodir (2/53), beliau rahimahullah mengatakan,
”Bulan Muharram ini disebut syahrullah (bulan Allah), disandarkan pada lafazh jalalah ’Allah’
untuk menunjukkan mulia dan agungnya bulan tersebut, sebagaimana pula kita
menyebut ’Baitullah’ (rumah Allah) atau ’Alullah’ (keluarga Allah) ketika
menyebut Quraisy. Penyandaran yang khusus di sini dan tidak kita temui pada
bulan-bulan lainnya, ini menunjukkan adanya keutamaan pada bulan tersebut. Bulan
Muharram inilah yang menggunakan nama Islami.
Nama bulan ini sebelumnya adalah Shofar
Al Awwal. Bulan lainnya masih menggunakan nama Jahiliyah, sedangkan bulan
inilah yang memakai nama islami dan disebut Muharram. Bulan ini adalah
seutama-utamanya bulan untuk berpuasa penuh setelah bulan Ramadhan. Adapun
melakukan puasa tathowwu’ (puasa sunnah) pada sebagian bulan,
maka itu masih lebih utama daripada melakukan puasa sunnah pada sebagian hari
seperti pada hari Arofah dan 10 Muharram. Inilah yang disebutkan oleh Ibnu
Rojab. Bulan Muharram memiliki keistimewaan demikian karena bulan ini adalah
bulan pertama dalam setahun dan pembuka tahun.”
Al Hafizh Abul Fadhl Al ’Iroqiy
mengatakan dalam Syarh Tirmidzi, ”Apa
hikmah bulan Muharram disebut dengan syahrullah (bulan Allah), padahal semua
bulan adalah milik Allah?” Beliau rahimahullah menjawab, ”Disebut demikian
karena di bulan Muharram ini diharamkan pembunuhan. Juga bulan Muharram adalah
bulan pertama dalam setahun. Bulan ini disandarkan pada Allah (sehingga disebut
syahrullah atau bulan Allah, pen) untuk menunjukkan istimewanya bulan ini. Dan
Nabi shallallahu ’alaihi wa sallam sendiri tidak pernah menyandarkan bulan lain
pada Allah Ta’ala kecuali bulan Allah (yaitu Muharram). Dengan melihat
penjelasan Az Zamakhsyari dan Abul Fadhl Al ’Iroqiy di atas, jelaslah bahwa
bulan Muharram adalah bulan yang sangat utama dan istimewa.
Menyambut Tahun Baru Hijriyah
Dalam menghadapi tahun baru
hijriyah atau bulan Muharram, sebagian kaum muslimin salah dalam menyikapinya.
Bila tahun baru Masehi disambut begitu megah dan meriah, maka mengapa kita
selaku umat Islam tidak menyambut tahun baru Islam semeriah tahun baru masehi
dengan perayaan atau pun amalan?. Satu hal yang mesti diingat bahwa sudah
semestinya kita mencukupkan diri dengan ajaran Nabi dan para sahabatnya. Jika
mereka tidak melakukan amalan tertentu dalam menyambut tahun baru Hijriyah,
maka sudah seharusnya kita pun mengikuti mereka dalam hal ini. Bukankah para
ulama Ahlus Sunnah seringkali menguatarakan sebuah kalimat,
لَوْ كَانَ خَيرْاً
لَسَبَقُوْنَا إِلَيْهِ
“Seandainya amalan tersebut
baik, tentu mereka (para sahabat) sudah mendahului kita melakukannya.”
Inilah perkataan para ulama pada
setiap amalan atau perbuatan yang tidak pernah dilakukan oleh para sahabat.
Mereka menggolongkan perbuatan semacam ini sebagai bid’ah. Karena para sahabat
tidaklah melihat suatu kebaikan kecuali mereka akan segera melakukannya. Sejauh
yang kami tahu, tidak ada amalan tertentu yang dikhususkan untuk menyambut
tahun baru hijriyah. Dan kadang amalan yang dilakukan oleh sebagian kaum
muslimin dalam menyambut tahun baru Hijriyah adalah amalan yang tidak ada
tuntunannya karena sama sekali tidak berdasarkan dalil atau jika ada dalil,
dalilnya pun lemah.
So, dari penejelasan diatas tadi
dapat kita simpulkan dengan : Menyambut tahun baru hijriyah bukanlah dengan
memperingatinya dan memeriahkannya. Namun yang harus kita ingat adalah dengan
bertambahnya waktu, maka semakin dekat pula kematian.
Sungguh hidup di dunia hanyalah
sesaat dan semakin bertambahnya waktu kematian pun semakin dekat. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Aku tidaklah
mencintai dunia dan tidak pula mengharap-harap darinya. Adapun aku tinggal di
dunia tidak lain seperti pengendara yang berteduh di bawah pohon dan
beristirahat, lalu meninggalkannya.”
Hasan Al Bashri mengatakan, “Wahai
manusia, sesungguhnya kalian hanya memiliki beberapa hari. Tatkala satu hari
hilang, akan hilang pula sebagian darimu.”
Semoga Allah memberi kekuatan di tengah keterasingan.
Segala puji bagi Allah yang dengan nikmat-Nya segala kebaikan menjadi sempurna.
Semoga Bermanfaat & Barokah ya kawan,
Wassalam :D :D :D
Tidak ada komentar :
Posting Komentar